Fakta Populer Masyarakat
IndeksRedaksi

GERAKAN MASYARAKAT PILAH DAN OLAH DARI SUMBER SAMPAH HARUS TERLEMBAGAKAN

Photo: Siaran Pers : GERAKAN MASYARAKAT PILAH DAN OLAH DARI SUMBER SAMPAH HARUS TERLEMBAGAKAN

badarnusantaranews.com|Bekasi -,Sampah padat dan cair menjadi beban lingkungan dan permasalahan nasional dan internasional. Sampah dari pusat-pusat kota metropolitan, besar, menengah dan kecil berpindah ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dalam UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebut “tempat pemrosesan akhir”. Artinya, sampah itu akan diproses sampai hanya sisa-sisanya yang tak bernilai ekonomis. Sisa-sisa sampah bisa dimusnahkan dengan teknologi tertentu dengan metode Energy from Waste (EfW).

Tetapi, mandat dan amanat UU tersebut tidak dijalankan, malahnya yang terjadi sebaliknya. Kita memperlakukan sampah dengan paradigma kuno; kumpul-angkut-buang ke TPA sampah. Kita hanya memindahkan masalah, “buntu” solusi. Setelah berlangsung puluhan tahun sampah itu menumpuk menjadi gunung-gunung sampah yang disebut TPA open dumping. Seperti yang terjadi di TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu, TPA Burangkeng, TPA Galuga, TPA Jatiwaringin, TPA Jalupang, TPA Sarimukti, dll.

Photo : Istimewa.

TPA open dumping tersebut sangat rawan pencemaran lingkungan hidup dan mengancam kesehatan masyarakat. Kondisi buruk itu membuat Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq harus memilih opsi sangat sulit, yaitu menutup 343 unit TPA open dumping secara bertahap dan permanen. Hal ini disampaikan Menteri LH beberapa bulan lalu.

 

“Saya mendengar langsung mengenai penutupan TPA open dumping ini dari Pak Manteri LH Hani Faisol Nurofiq di Jakarta pada 25 Februari 2025. Ya …, ketika beliau mengundang kami di kantornya”, ujar Suyoto Ketua Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI)

“Beliau memaparkan metode penutupan TPA open dumping secara bertahap dan permanen. Ada persyarat-persyaratan tertentu,” tambanya.

Photo: Istimewa.

 

Meskipun KLH/BPLH menutup TPA open open dumping bertahap atau permanen, fakta lapangan menunjukan, ratusan TPA itu sudah overload, darurat, ada yang bilang tidak normal. Lalu, apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota? Kondisinya sudah sangat parah, pencemaran lingkungan setiap hari berlangsung, perlu dokter spesialis dan obatnya yang mujarab.

 

Sekarang yang paling urgen adalah membangun gerakan pilah dan olah dari sumber sampah. Pekerjaan ini dimulai dari tingkat RT, RW, kelurahan dan seterusnya. Gubernur bersama Bupati/walikota harus merintis jalan membangun gerakan pilah dan olah sampah melibatkan berbagai stakeholder. Semuanya, tanpa kecuali.

Fasilitasi Kelompok Pemilah

APPI, KPNas, Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI), Prabu Peduli Lingkungan dan Komunitas Pemulung Bantargebang Sejahtera (KPBS) dengan Ketua Earthworm Indonesia dan stafnya di Bantargebang berdiskusi tentang aksi pilah dan olah sampah yang dilakukan komunitas/kelompok pada 25 April 2025. Mereka akan mulai pekerjaan riel dari dua kelompok sebagai pilot projec.

Nofri Iswandi Ketua Earthworm menyatakan, pilot project tersebut akan fokus pada penyediaan bahan baku kertas dengan melibatkan kelompok pemulung. Meskipun fokus kertas, namun semua sampah yang selama ini jadi perhatian pemulung tetap dikerjakan, seperti plastik, logam sampai tulang. Semua sampah yang bernilai ekonomis dikerjakan, dipilah, dikumpulkan dan dijual ke pabrik daur ulang

Dua kelompok yang akan dibentuk, digerakkan dan difasilitasi, yakni satu kelompok yang berada di pinggir TPST/TPA dan satu kelompok. Masing-masing kelompok beranggotakan 10 pemulung atau lebih.

“Kita coba mulai dari dua kelompok dulu, kita lihat hasilnya bagaimana. Dalam kerjanya anggota kelompok akan kita beri APD, punya seragam dan simbol/tanda, biar berbeda dengan lainnya”, jelasnya.

“Kita akan melakukan pekerjaan secara transparan, melindungi dan menghargai hak asasi manusia, dan yang dimulai dengan meningkatkan pendapatannya!” tambahnya.

Photo: Istimewa.

Menurut Apong Ketua KPBS, jumlah pemulung yang tergabung sudah banyak jumlahnya ratusan pemulung. Belum lagi, yang tergabung dengan Prabu PL, APPI, dan jaringan kerja mereka.

Sekarang Apong, memimpin dua TPS 3R yang berada di pinggir TPST Bantargebang dan TPA Burangkeng. Jumlah pemulung yang bekerja di sini ada 30 pemulung.

“Jumlah pemulung yang milah sampah puluhan, banyak ingin terlibat. Cuma uang untuk operasional, uang makan sedikit. Kami tidak mampu menyediakan …”, kata Apong.

“Uang makan untuk satu pemulung dalam satu Minggu sekitar Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta. Uang makan itu, nanti dipotong saat nimbang barang. Kita nimbang barang seminggu sekali, biasanya hari Sabtu atau Minggu”, tambahnya.

Pilah Sampah Jadi Kunci 

Bagong Suyoto, yang juga Ketua Koalisi Persampahan Nasional menyatakan, sebaiknya kita menekankan pentingnya aksi pilah sampah menjadi pekerjaan yang bisa menghasilkan income, mengurangi sampah yang dibuang ke TPA. Syaratnya, kita harus fasilitasi kelompok/komunitas yang melakukan pilah sampah.

Suyoto menginginkan, pada suatu saat nanti, pilah sampah harus menjadi “Gerakan Masyarakat” (people movement). Pilah sampah menjadi inti dari proses berikutnya, daur ulang sampah, pengolahan dengan teknologi, seperti RDF, teknologi termal, dan lainnya. Sehingga gerakan pilah sampah semestinya terlembagakan, atau menjadi suatu sistem yang mapan.

Ia mengungkapkan, bahwa teknologi pengolahan sampah di sejumlah tempat tidak berjalan optimal, karena suplai pilah sampah atau sampah terpilah kurang maksimal.

Lalu, apa gunakan teknologi? Karena teknologi butuh input material yang konstan. Bukankah teknologi membantu mempercepat proses pengolahan sampah agar tidak menjadi gunung-gunung sampah di TPA/TPST?*

Siaran Pers ,28 April 2025.

Nara hubung: Bagong Suyoto.

(Red).